The First Time, we are together.. #diaryanakteknik
Hari-hari melelahkan telah berlalu. Berganti dengan hari-hari tenang. Tapi siapa sangka, tenang ini hanya sesaat. Semua kembali terbelalak kala dikatakan besok OPH.
Sepanjang hari setelah Ormik Fakultas,
kami selalu berkumpul di depan Himpunan seusai jam materikulasi. Materikulasi
adalah mata pelajaran dasar yang kembali di ajarkan seperti matematika dan
fisika. Kami mendapatkan pra test sebelum masuk materikulasi dan akan ada post
test setelah seluruh rangkaian materikulasi kami selesaikan. Setiap MABA di
wajibkan untuk ikut materikulasi.
Beberapa hari lalu saat pertama kali
menginjakkan kaki di halaman Himpunan, kami disuruh berkumpul untuk berkenalan
antar MABA. Setiap MABA wajib mengetahui nama dan alamat MABA lainnya. Teknik
perkenalan yang sedikit aneh dan memaksa yaitu kami disuruh berdiri saling
berhadapan sambil membawa kertas dan pulpen. Saat itulah kami berkenalan,
menanyakan nama, stambuk, no hp dan alamat rumah. Setelah itu kami berpindah
tempat ke sebelah kiri, sementara yang di depan tetap pada tempatnya.
MABA yang jumlahnya hampir 200 orang,
harus mengenal dan menghafal sebanyak itu adalah hal yang mustahil. Perkenalan
dengan teknik seperti itu pun tidak efektif. Apalagi waktunya tidak cukup.
Alhasil sisanya berkenalan di luar dari jam itu.
Kami dibagi dalam beberapa kelompok.
Kelompok ini akan bersama-sama selama waktu yang telah ditentukan yaitu sebelum
OPH (Orientasi Penerimaan Himpunan). Ada dua jenis pembagian kelompok, yaitu
kelompok taman dan kelompok Maket. Untuk
kelompok taman setiap kelompok terdiri dari 14 orang MABA dan kelompok maket
terdiri dari 11 orang MABA.
Untuk kelompok maket aku berada di
kelompok dua, dan teman timku adalah Marcello, Dewa, Andi Rivaldi, Andi Mukmin,
Muh. Ikbal, Rani R, Muh.Zulafdi, Abd Rahman H T, Sutriati, dan Asep.
Sementara untuk kelompok taman yaitu
Nurul Aisyah, Rosida, Magfira, Purnomo Hadi, Robinson Tara, Moh. Rinaldy,
Chaerul Iswanto, Nofrianto, Abdillah Gandi, Frents, Fadli, Ridwan dan Putri.
Setiap kelompok diberikan dua orang
senior menjadi pembimbing baik untuk kelompok taman maupun maket.
Perkenalan pertama dengan mereka tak ada
yang istimewa. Semua terjadi biasa saja. Saat namaku dipanggil, aku berjalan
menuju kelompokku. Di kelompok ini tak ada yang aku kenal. Semuanya laki-laki.
Aku adalah tipe orang yang sangat lamban dalam hal beradabtasi, dan cukup cuek
itu mengajak orang lain berkenalan.
Seorang MABA perempuan menghampiriku dan
berdiri tepat dibelakangku. Aku mengenalnya, dia adalah teman SMA’ku. Tapi aku
tak begitu dekat dengannya dan jarang berbicara. Namanya Rani R, kulitnya
putih, rambutnya panjang terurai, tubuhnya cukup berisi, dan matanya terlihat
sendu. Syukurlah, aku memiliki teman perempuan di kelompok ini. entah apa
jadinya jika aku hanya seorang diri dengan para lelaki ini.
Dua orang CAMA dihadapanku sangat ribut,
mereka sama sekali tak bisa tenang. Kalau bukan yang di paling depan menengok
kebelakang, yang di belakang berbisik pada yang di depan. Entahlah apa yang
mereka katakan.
Aku mengenal salah seorang dari mereka,
namanya Dewa. Kebetulan aku mengenalnya karena kami memiliki dosen
wali yang sama. Tahu namanya pun tak sengaja, saat ia berjalan menuju tempat
sholat, seorang teman perempuan memanggil namanya, ia tersenyum dan melambaikan
tangan kemudian berlalu.
Dewa, tak cukup tinggi dan tak
begitu pendek. Tubuhnya cukup proporsional dengan ketinggian tubuhnya. Kulitnya
sawo matang. Dan satu hal yang bisa cepat menandainya yaitu beberapa helai
rambut yang tumbuh di bawah bibirnya. Dia terlihat sangat aktif.
Untuk mengerjakan semua tugas yang
diberikan para senior kami harus membagi waktu dan tenaga. Pada siang hari kami
akan mengerjakan taman dan malam harinya kami berkumpul untuk mengerjakan
maket.
Aku belum cukup lihai mengendarai motor,
sementara jarak rumahku dan rumah mereka cukup jauh. Syukurlah, mereka mengerti
kondisiku. Alhasil hampir setiap malam teman-teman mengunjungi rumahku untuk
mengerjakan maket. Dan Rani pun rela datang jauh-jauh dengan di antar ayahnya.
Kami jadi akrab karena sering bertemu
dan bercerita. Teman-teman kelompok maketku ternyata asyik, tidak seperti
perkiraanku saat pertama kali melihat mereka.
Suatu hari tak sengaja Dewa menemukan
secarik kertas kartu SNMPTNku yang tergeletak dilantai. Dan bertanya banyak hal
tentang yang tertera kertas itu.
“Tidak
ada yang nyambung dari pilihanmu” ledeknya
“Apa
itu?” tanyaku, lalu aku menghampirinya dan merampas kertas itu tapi ia
berhasil merebutnya kembali.
Ia pun membacanya kembali “Sebenarnya kau itu mau masuk apakah? Kenapa
disini tidak ada jurusan yang hampir sama. Coba perhatikan, Universitas pertama
kau pilih Teknik Geologi, Statistik, terus Ahli Gizi. Universitas yang kedua
kau pilih Farmasi, Teknik Sipil terus Pend. Geografi” ujarnya panjang lebar, ia pun melanjutkan “Ahh..sebenarnya hatimu dimanakah?”
Aku tertunduk lemas dibuatnya. Ia
kembali mengingatkanku akan mimpi hebatku yang tertunda. “Sebenarnya saya itu mau masuk Teknik Geologi” jawabku
Keningnya mengkerut “Terus, kenapa kau masuk disipil?”
“Tidak
lulus dan tidak dikasih ikut ujian ulang”
“Apa
yang buat kau tertarik dengan Teknik Geologi?”
Aku seperti seorang pencuri yang tengah
diintrogasi olehnya.
“Suka
dan punya mimpi di sana” jawabku singkat
“Terus
disini? Batu loncatan?” ledeknya
“Tidak
juga. Sudahlah kau pun tidak tahu
mimpiku” kataku, seraya merembut kembali kertas itu.
Tangannya singap dan lagi-lagi membuat
aku kalah olehnya.
“Tunggu..”
ia pun menyembunyikan kertas itu “Kalau
ada pembukaan kelas geologi disini, kira-kira kau mau pindah?”
Mataku berbinar “Adakah?” tanyaku memastikan
“Kalau
ada”
“Iya,
maulah. Saya pindah”
“Kalau
ternyata kau sudah semester tujuh, bagaimana?”
Kali ini keningku yang mengkerut
dibuatnya. Dilema. “Ya..tidak jadi. Masa
sudah semester tujuh mau pindah” jawabku datar
Hari-hari kami hampir disini dengan
rutinitas yang itu-itu saja, pagi hari kami masuk materikulasi, siang hari
mengerjakan taman bak orang-orang pribumi yang disuruh kerja paksa oleh
Belanda, yaa..bisa dibilang romusa. Dan malam harinya kami mengerjakan maket.
Maket kelompok bertema tentang Penataan
Lingkungan Perkotaan. Awalnya kami bingung harus memulainya dari mana, kami
hanya berimajinasi. Menuangkan apa yang ada dipikiran kami pada selembar
tripleks berukuran 60 x 100 cm. Kami membagi ruang kota tersebut dengan empat
bagian. Bagian pertama yaitu terdiri dari gedung-gedung tinggi yang kami
andaikan sebagai perkantoran dan hotel. Bagian kedua terdiri dari rumah-rumah
minimals yang diandaikan sebagai kompleks perumahan yang berada ditengah kota.
Bagian ketiga yaitu kompleks ibadah, dimana terdapat Mesjid dan Gereja yang
bersebelahan. Dan bagian ke empat adalah taman kota. Kami juga membuat sungai
yang seolah-oleh mengaliri perkotaan ditambah sebuah jembatan yang terbuat dari
strerofoam.
Di setiap tepi jalan diberi pohon-pohon
yang menggambarkan lingkungan perkotaan yang hijau dan asri. Iseng-iseng kami
menambahkan sebuah tugu di tengah atau bundaran. Tugu itu layaknya tugu monas
yang di Jakarta. Tak lupa pula untuk menambah suasana perkotaan kami
menambahkan beberapa papan reklame yang terbuat dari pipet yang telah diberi
warna. Seluruh bangunan terbuat dari kertas duplek 3 mm dan dilapisi oleh
kertas yang telah bergambar pintu dan jendela. Sementara pohon-pohonnya terbuat
dari spons bekas dan ditancapkan pada kawat yang telah dililitkan isolasi
kertas, lalu diberi warna hijau layaknya pohon sungguhan.
Butuh waktu hampir sebulan untuk
menyelesaikan maket ini. kami mengerjakannya sendiri tanpa bantuan dari senior
yang menjadi pembimbing kami.
Untuk datang menemani kami pun bisa
dikatakan tak pernah. Pernah sekali datang itu pun karena kami mendesaknya. Dan
komentarnya “Begitu sudah, buat saja apa
yang kalian bisa”.
Untungnya timku kreatif, mereka serba
bisa dan banyak akal. Paling pintar mengakal-ngakali..haha..
Malam ini hujan begitu deras, sementara waktu
telah menunjukkan pukul 11.00 malam. Dan beberapa jam lagi kami harus berada di
depan gerbang kampus untuk mengikuti ritual MABA.
Seperti biasa kami berkumpul dirumahku,
semua anak-anak datang malam ini. Setelah merasa finishing maket telah cukup, para lelaki melanjutkan acara lainnya
yaitu Botak Masal.
Mereka memang kreatif, saking kreatif
mereka tak lagi pergi ke salon untuk mencukur rambutnya. Afdi membawa alat
cukur dari rumahnya. Dan mulailah mereka berkreasi dengan kepala mereka.
Sebenarnya rambut mereka belum cukup panjang dan masih rapi. Hanya saja,
lagi-lagi mereka para laki-laki diWAJIBkan botak pada saat mengikuti OPH.
Dicukurlah mereka satu persatu. Tukang
cukurnya Afdi dan Asep, mereka bergantian. Yang pertama di cukur adalah asep.
Dengan telaten Afdi pun memainkan tangannya mencukur rambut Asep layaknya
tukang cukur profesional. Mulailah ia meliuk-liukkan tangannya di atas kepala
Asep. Yups, Afdi kreatif. Bukan dibotak licin kepala Asep, malah dibuat seperti
penyanyi rocker. Maksudnya, rambut Asep dibuatkan jalan-jalan kutu.
Asep pun beraksi, tak mau kalah ia
membuat Dewa layaknya anak punk.
Kepala Dewa dicukur hanya bagian kanan dan kiri telinga, menyisahkan rambut
dibagian tengah kepala.
Tak lupa mereka mengabadikan
moment-moment ini dengan berfoto. Haha. Setelah merasa cukup, mereka
melanjutkan perbotakan masal sesungguhnya. Kali ini mereka benar-benar botak.
Malam ini adalah malam terakhir kami
berkumpul untuk mengerjakan maket. Dan kami pun ikut mengabadikannya berfoto
bersama maket hasil imajinasi dan kreatifitas kami yang susah payah dibuat.
Akhirnya hujan pun reda, dan waktu telah
menunjukkan pukul 00.30 WITA. Rani bergegas pulang, ayahnya pun datang
menjemputnya. Menurutku Ayahnya adalah Ayah super. Bayangkan saja, beliau rela
datang jauh-jauh untuk menjemput anaknya. Rela basah kuyup dan menerobos angin
malam yang menggigit tubuh. Dan tak pernah sama sekali ku lihat wajahnya kusut
saat datang menjemput Rani. Hingga aku yang tak enak hati, karena Rani yang
sering datang ke rumahku. Sementara aku? Hanya disini, dirumah.
Anak-anak lainnya pun bergegas pulang,
maket yang kami buat akan diantar lebih dulu di kosan Mukmin. Cuaca kembali
gerimis, sementara waktu semakin mendesak kami untuk bergerak lebih cepat.
Akhirnya maket itu dibungkus dengan plastik penutup kulkas baruku yang dibeli
beberapa bulan lalu.
Mukmin dan Afdi pun menerobos gerimis
dengan membawa sebuah harapan kami yang kini berada ditangan mereka, maket.
Kami berjanji bertemu di kosan Mukmin yang letaknya tak jauh dari gerbang
kampus. Rencananya aku akan mengendarai motor sendiri dan kami akan menitipkan
motor di kosan Mukmin. Ini hal terlarang, sebab setiap MABA dilarang membawa
kendaraan. Tapi, ini pertama kalinya aku membuat pelanggaran. Dewa, Cello,
Ipal, dan lainnya pun pulang setelahnya. Rumahku kembali sepi.
Beberapa jam lagi... semuanya akan
dimulai...
Komentar
Posting Komentar