Pacaran



Pacaran itu identik dengan dua insan ‘lakilaki dan perempuan yaa’ yang sedang dilanda kasmaran, begitu kiranya. Sudah lama sebenarnya ingin menulis tentang hal ini, tapi masih saja merasa belum cukup pantas untuk menuliskannya. Bukan karena belum cukup umur atau karena sama sekali tak berpengalaman, tapi masih belum cukup pantas untuk memberi nasehat. Tapi akhir-akhir ini sudah risih dibuat keadaan yang memaksa untuk menjelaskan hal ini. sebenarnya tulisan ini buat nasehat pribadi untuk diri yang masih saja lemah iman dan lemah hati.
Nah, bingungkan mulai menuliskannya dari mana -__-. Sedikit susah untuk menulis jika tak memiliki pengalaman.. ckckck
Suatu hari saat saya masih SMA (Cieh, yang udah mau sarjana ‘Aamiin’) disebuah lab sekolah, saya dan beberapa teman berkumpul. Ceritanya kita itu lagi main ‘Jujur atau Berani’ (pernah dengar atau pernah main juga? Hayoo ngaku :p ). Ini permainan ‘pasrah’ sekaligus ‘menjebak’. Pasrah karena kita harus jujur kalo milih jujur, dan terjebak kalau kita milih berani. Bayangkan saja kau akan disuruh yang aneh-aneh kalau pilih berani, yaa bisa disuruh ‘gombal, nyatakan cinta, atau apalah yang aneh-aneh’. Entahlah, hari itu terjebak untuk ikut permainan itu.
Ada nyanyiannya sih, tapi saya lupa..hihih.. sambil nyanyi ada pensil gitu yang disodorkan keteman sebelah begitu seterusnya, kalau sampai berhenti lagunya berarti yang pegang pensil itulah ‘mangsanya’.
Yah, saya kena sekali. Paling malas saja disuruh yang aneh-aneh, karena saya orang jujur (uhuk..) jadi lebih aman kalau pilih jujur.
“Jujur atau berani?” tanya mereka
“Hhhm” gumamku
Mereka mendesak “Ayo..jujur atau berani”
“Jujur” jawabku polos
“Oke”
Hatiku deg-degan, entah apa yang akan mereka tanyakan. Karena pertanyaan ini aneh-aneh juga.
“Pernah ciuman?”
Sontak aku kaget “Hah?”
“Iyaa..pernah tidak?”
“Tidaklahkan, pacaran saja tidak pernah” Jawabku
Mata mereka semua tertuju padaku, satu persatu mendekat “Benar ca, tidak pernah punya pacar begitu...sekali saja??” seorang teman terlihat penasaran
Aku tersenyum “Iya”
Cerita di atas sebagai ilustrasi bagaimana kondisi anak muda zaman saya sekolah dulu. Dududu..pilu lihatnya. Hal yang pribadi menjadi konsumsi publik.
Kenal kata ‘Pacaran’ itu sudah sejak saya SD kali yaa.. hanya tau kalau pacaran itu ‘suka tukar kado’. Itu yang ku amati dulu. Pernah suatu hari saat masih SD (beuh..tahun berapa tuh? Haha) tepat di hari Valentine Day teman-temanku pada sibuk beli coklat dan kartu ucapan. Dan aku? Iya ikut beli, tapi buat makan sendiri..hihihi
Beranjak SMP gaya pacaran orang-orang mulai aneh, bukan hanya tukaran kado. Mereka suka berdua-duaan dipojok-pojok gitu, pegangan tangan, dan lain-lainnya. Haduhh..
Dan aku? Ahh, lagi-lagi tak ada orang sespesial itu zaman itu. Tak cukup berani seperti mereka. Pernah sih, tapi hanya ‘kagum’. Tapi itu yaa..begitu saja, nothing spesial.
Masuk SMA, sama saja semua masih seperti biasa, tidak ada yang berubah. Masih nyaman dengan ‘kesendirian’. Bohong kalau tidak pernah ingin mencoba, iya sih pernah pengen coba yang namanya pacaran itu seperti apa sih. Tapi, selalu saja tak berhasil. Haha..
Hanya ada kata ‘kagum’ saat itu. Lihat yang pinter, kagum. Lihat yang sholeh ‘kagum’. Lihat yang sopan ‘kagum’. Yaa..begitu-begitu saja.
Pacaran.. satu kata yang punya banyak cerita bagi mereka yang pernah melakoninya. Satu kata yang pernah mengukir banyak tawa untuk mereka yang bahagia karenanya. Satu kata yang pernah menggoreskan pilu untuk mereka yang menangis sendu dibuatnya.
Bersyukur, Allah masih saja menjaga diri yang suka lalai ini dari yang namanya ‘Pacaran’. Entahlah, hanya ada kagum yang selalu tersemat dihati kecil tanpa pernah bisa bilang. Dan selalu mikir ‘Kok, saya yang harus duluan?’ tapi terlepas dari itu pun, tetap bersyukur.. karena pikiran yang sok jual mahal justru yang menyelamatkan.
Sampai hari dimana permainan itu, saya pun tahu. Ternyata pacaran itu bukan hanya sekedar berdua-duaan dan pegangan tangan. Tapi bisa berlebihan yang tak wajar, padahal pacaran pun tak wajar.

Ada yang pernah tanya “Kenapa tidak pacaran?”
Jawabnya “Satu, gak ada yang nembak. Dua, kalau pun ada takut sama orangtua. Tiga, kalaupun berani..semoga saja tetap bisa nolak..hehehe
Saya tipe anak yang cukup takut sama orangtua. Pernah sekali ada teman yang ke rumah bawa kue, terus saya letakkan dimeja makan.. papa langsung tanya “Ini kue dari siapa?” || “Dari teman, pa” || “Hati-hati ca, jangan-jangan ada maunya” || “Jleb” || “Sekolah saja dulu yang baik, nanti juga ada waktunya”. Itu nasihat yang selalu diberikan, yang selalu diingat dan tetap dijaga sampai detik ini.
Tapi yaa..namanya anak muda gitu, pasti pernah terserang yang namanya ‘Virus Merah Jambu’. Syukurnya, tak sampai digrogoti oleh virus itu. Virusnya hanya suka singgah, terus hilang.
Semakin lama, semakin tahu. Semakin banyak buku yang dibaca, semakin ngerti. Dan apa yang pernah menjadi nasehat orangtua ada benarnya.
Sulit menjaga ‘Hati’, iya sulit. Setan suka mengusik.
Suka sih, lihat yang bisa pacaran awet sampe nikah. Tapi banyak juga yang akhirnya harus putus ditengah jalan.
Tak bisa dipungkiri kadang sedikit iri melihat mereka yang yang perhatian, yang suka nyilipin semangat ditengah keterlemahan dan sebagainya. Itu mungkin setan yang mengusik.
Beranjak kuliah, pacaran ala mereka semakin dewasa. Bukan seperti anak-anak SD, SMP, SMA. Tapi disini istilahnya “Saling menyemangati” begitu kiranya.
Ada yang deket sekali tapi tak pernah ada kata ‘Pacaran’, mungkin ‘Hubungan tanpa status’. HTS itu lagi gencar-gencarnya zaman sekarang. Tak ada satu ikatan dan janji yang pasti. Yaa, karena memang tanpa status. Bukan teman biasa dan bukan sosok yang dikatakan ‘Pacar’.
Kalau ditanya lagi, pernah?
Entahlah tak ada jawaban pasti soal ini.
Zaman ini mereka lebih elegan menyatakan ‘Cinta’ yang begitu katanya. 
Dan saya pun tak tahu mana yang serius dan mana yang bercanda, akhirnya hanya menggap semuanya ‘teman’.
Ada yang pernah bilang gini “Iya, caa.. nunggu kamu kapan siapnya” || “Jleb” || hati sih sedikit berbunga-bunga, mungkin setan tengah menari-nari menggoda.. tiba-tiba saja, semua terasa hambar, dan pengen marah. Lagi-lagi merasa terusik dengan ucapan yang tak pasti.
Lalu ada yang pernah bilang “Iya serius. Nanti kalau sudah lulus dan sedikit mapan. Saya akan buktikan” kiranya seperti itu..
Dududu.. orang-orang yang mengusik penjagaan hati.
Saya pikir kita sudah cukup dewasa dan mampu untuk mengolah perasaan. Dan satu hal yang saya tahu dan yakin “Lelaki yang baik itu banyak, lekaki yang baik dan benar-benar serius itu yang belum ketemu
Sesaat masih seperti biasa, berteman layaknya kemarin sebelum tahu apa-apa. Tapi, berjalan waktu banyak mikir dan tahu apa yang dijalani sepertinya salah.
Bagaimana mungkin kita tengah berusaha saling menyemangati, lalu mengingatkan dalam kebaikan entah itu ‘Sholat’ dan belajar, tapi saat itu juga sebenarnya kita yang menghapus amal-amal itu.
Apa iya, kebaikan yang ada pada diri kita itu seutuhnya karena kita cinta kepada-Nya atau hanya karena kita ingin terlihat sempurna dimata makhluk—Nya?
Apa iya, semangat belajar yang membara itu kita persembahkan untuk orang-orang terkasih yang jarang diperhatikan (Orangtua) atau kita semangat belajar hanya karena ingin dilihat sang pujaan hati?
Padahal, segala amal baik itu harusnya dilandaskan karena cinta kepada Tuhan, bukan kepada makhluk-Nya. Kalau pun seperti itu, cukuplah ia sebagai perantara kebaikan yang terjadi dalam diri kita bukan sebagai tujuan.
Dan apa yang sudah kita persembahkan untuk kedua orang tua kita? Yang harusnya, saat kita tengah belajar merekalah sebagai pendobrak semangat karena mereka yang membuat kita bisa bersekolah. Karena doa dan peluh mereka yang tak kunjung usai kita bisa bersekolah. Harusnya semangat kuliah itu karena orang tua, kalaupun karena ia.. cukuplah sebagai pelengkap pengingat jika ada orang yang lebih berhak untuk dibahagiakan dahulu atas prestasi kita yaitu ‘Orang tua’.
Komitmen pribadi. Dua kata yang berusaha dijaga sampai hari ini, sama seperti untuk tidak pacaran. Entahlah, ada orang yang sangat spesial dihari itu kelak yang berusaha untuk tak dikecewakan. Bahkan, orangnya pun belum tahu.
Selalu menghindar, adalah cara sederhanaku untuk menjaga diri dan ‘hati’ dari rayuan setan yang suka mengusik.  Menghindar saja dengan orang-orang itu, karena dua hal tadi. Apakah yang dilakukan benar-benar untuk Tuhan dan apa yang sudah dipersembahkan untuk orang tua?
Dan ternyata, semuanya berubah. Semoga berubah karena paham yang sama. :’)
Saya percaya, akan ada hari itu. Hari dimana ada seseorang yang tepat pada waktu yang tepat untuk membuat suatu janji yang hebat.
Yaa..sedikit risih sih, selalu dikait-kaitkan dengan orang-orang yang sebenarnya hanya dianggap teman, tapi orang lain nyangka beda. Padahal, sama sekali tidak. Mungkin itu yaa, resiko orang jomblo... haha
Sebagai pengingat untuk diri sendiri dan jawaban tentang tulisan (baca : siapa)... Doakan semoga tetap istiqomah pada komitmen pribadi.
Kita punya Allah, dan Allah yang memiliki kita. Kalau suka, tinggal bilang ke Allah.. semoga Allah mengabulkannya. Dan tunggu kejutan dari Allah, atas doa-doa terbaik kita.

----
Silahkan, tinggalkan komentar Anda :)


Komentar

Postingan Populer